Jakarta, MajalahNusantara.id — Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran) Sekretariat Jenderal DPD RI menegaskan perlunya koperasi menjadi pilar utama penggerak ekonomi rakyat dalam era pemerataan pembangunan daerah. Komitmen itu disampaikan melalui Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penguatan Koperasi Merah Putih sebagai Penggerak Ekonomi Daerah” yang digelar di Gedung B DPD RI, Jakarta, Rabu (8/10/2025).
Kegiatan ini menghadirkan berbagai narasumber lintas sektor, antara lain Fadhila Maulida dari INDEF, Nailul Huda dari CELIOS, serta Henny Navilah dari Kementerian Koperasi dan UKM. Diskusi dipandu oleh Yeni Prasetyo dari Sekretariat Jenderal DPD RI.
Kepala Puskadaran DPD RI Sri Sundari menegaskan bahwa koperasi bukan hanya entitas ekonomi, melainkan gerakan sosial yang meneguhkan semangat gotong royong sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945.
“Koperasi Merah Putih harus hadir sebagai simbol kemandirian bangsa. Ia bukan sekadar wadah usaha, melainkan juga wadah persatuan ekonomi rakyat yang tumbuh dari bawah,” ujar Sri Sundari.
Ia menambahkan, DPD RI akan mendorong lahirnya rekomendasi kebijakan yang konkret dan berkeadilan agar koperasi dapat berperan nyata dalam memperkuat ekonomi daerah.
FGD ini membedah arah pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP), yang menargetkan pembentukan lebih dari 80.000 koperasi baru di desa dan kelurahan. Program tersebut diharapkan mampu memperpendek rantai pasok, meningkatkan pendapatan masyarakat desa, serta memperkuat ketahanan pangan nasional.
Namun, menurut ekonom Fadhila Maulida dari INDEF, keberhasilan program itu bergantung pada transformasi koperasi dari sekadar formalitas menjadi entitas ekonomi yang sehat dan produktif.
“Koperasi tidak cukup hanya didirikan, tetapi harus memiliki manajemen modern, transparan, dan adaptif terhadap digitalisasi,” jelas Fadhila.
Ia menilai bahwa digitalisasi menjadi kunci agar koperasi bisa menembus pasar yang lebih luas dan bersaing dengan sektor usaha lainnya.
Sementara itu, Nailul Huda dari CELIOS menyoroti potensi risiko moral hazard dan tumpang tindih fungsi dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) apabila tata kelolanya tidak diperjelas.
“Koperasi Merah Putih harus tumbuh dari kebutuhan masyarakat, bukan atas inisiatif birokrasi. Pendekatan bottom-up perlu menjadi ruh utama dalam pengembangannya,” tegas Huda.
Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas manajerial dan sistem akuntabilitas agar koperasi tidak hanya menjadi proyek administratif jangka pendek.
Dari pihak pemerintah, Henny Navilah menjelaskan bahwa program Koperasi Merah Putih merupakan bagian integral dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan koperasi sebagai pilar pemberdayaan masyarakat dan pemerataan ekonomi nasional.
“Koperasi adalah instrumen pemerataan ekonomi yang berbasis komunitas. Pemerintah ingin koperasi menjadi jantung pembangunan ekonomi daerah,” katanya.
Ia juga menambahkan, sinergi antara pemerintah, lembaga legislatif, dan masyarakat menjadi faktor penentu dalam mewujudkan visi koperasi sebagai penggerak utama ekonomi rakyat.
Melalui FGD ini, DPD RI berupaya menjembatani pandangan dari berbagai pemangku kepentingan guna memperkuat desain kebijakan koperasi yang lebih inklusif, efisien, dan berkelanjutan.
Hasil diskusi akan menjadi rekomendasi resmi DPD RI dalam fungsi legislasi, pertimbangan, dan pengawasan. Tujuannya, memastikan program Koperasi Merah Putih tidak hanya menjadi agenda administratif, tetapi benar-benar menjadi gerakan ekonomi rakyat yang mampu memperkuat daya saing daerah.
“Koperasi harus kembali menjadi rumah ekonomi rakyat — tempat di mana kesejahteraan tumbuh dari bawah, bukan sekadar dari kebijakan atas,” tutup Sri Sundari. ***



