Bogor, MajalahNusantara.id — Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto meminta pemerintah segera turun tangan menyelamatkan dua desa di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang hingga kini masih terjerat status agunan akibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dua desa tersebut, yakni Sukaharja dan Sukamulya di Kecamatan Sukamakmur, sudah puluhan tahun tidak bisa dikelola masyarakat karena tercatat sebagai aset sitaan dan terancam dilelang. Kondisi itu, menurut Yandri, telah merugikan ribuan warga desa yang menggantungkan hidup dari lahan pertanian.
“Ini tanah rakyat, bukan milik bank. Saya sudah minta pihak Kejaksaan dan akan membahas langsung dengan Jaksa Agung agar desa ini dikeluarkan dari daftar aset agunan. Tanah harus kembali ke masyarakat, supaya bisa digarap untuk pangan dan warga memiliki kepastian hukum,” kata Yandri saat meninjau plang penyitaan aset di Desa Sukaharja, Kamis (2/10/2025).
Dari catatan pemerintah, total lahan yang disita mencapai hampir 800 hektare—terdiri dari 337 hektare di Desa Sukaharja dan 451 hektare di Desa Sukamulya. Aset seluas itu seharusnya menjadi modal besar untuk menggerakkan ekonomi desa, namun hingga kini justru terkunci akibat status hukum.
Sejarah Desa Sukaharja menunjukkan desa ini berdiri sejak 1930, jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun, hak masyarakat atas tanah terampas setelah masuk daftar aset BLBI. Yandri menduga terdapat kejanggalan dalam proses pengagunan pada masa lalu. “Ada indikasi kesepakatan yang tidak semestinya. Selain itu, pihak bank tidak melakukan verifikasi langsung di lapangan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh berdiam diri. Perlu regulasi baru sebagai payung hukum untuk mengembalikan hak desa sekaligus mencegah kasus serupa. “Tidak boleh ada ego sektoral. Semua kementerian harus duduk bersama, mulai dari Kehutanan, ESDM, ATR/BPN, Kemendagri, hingga Transmigrasi,” tegas Yandri.
Selain menjadi aset agunan, sebagian wilayah desa juga masuk kawasan hutan. Hal ini menambah kerumitan hukum dan mempersempit ruang masyarakat untuk menggarap lahan. Menurut Yandri, masalah tumpang tindih status tanah inilah yang harus segera diselesaikan agar desa dapat kembali menjadi pusat produktivitas pangan.
“Kalau dibiarkan berlarut, rakyat yang paling dirugikan. Padahal potensi lahan desa ini sangat besar untuk mendukung ketahanan pangan nasional,” pungkasnya. ***



