Jakarta, MajalahNusantara.id — Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding menegaskan Indonesia tidak boleh sekadar menjadi penonton dalam memanfaatkan peluang kerja di Jepang, yang setiap tahun membutuhkan ratusan ribu tenaga kerja asing.
Dalam pertemuan bersama jajaran Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo pada Selasa (19/8/2025), Karding menyoroti praktik pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) melalui jalur magang. Padahal, menurut dia, skema tersebut kerap tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.
“Kalau bisa bekerja penuh, kenapa harus disebut magang selama tiga tahun? Itu jelas kerja, bukan magang. Kita akan membicarakan hal ini dengan pemerintah Jepang agar penempatan PMI menggunakan jalur resmi seperti Specified Skilled Worker (SSW),” tegas Karding.
Karding menuturkan, Presiden Prabowo Subianto memberi amanat jelas kepada KemenP2MI: memberikan perlindungan menyeluruh bagi PMI, sekaligus mendorong peningkatan devisa negara. Dua hal itu, menurut dia, harus berjalan beriringan.
Jepang dipandang strategis karena kebutuhan tenaga kerjanya diproyeksikan mencapai 639 ribu orang per tahun.
“Kalau kita mampu mengisi 10 persen saja, itu berarti ada sekitar 63 ribu PMI setiap tahun. Angka itu bukan kecil, dan ini kesempatan besar yang harus kita rebut,” katanya.
KemenP2MI kini tengah menyiapkan strategi dari hulu hingga hilir. Program kelas migran akan dibuka di sekolah dan kampus, sementara purna PMI yang berpengalaman di Jepang dilibatkan sebagai relawan pengajar bahasa.
Langkah ini, lanjut Karding, sejalan dengan kebutuhan industri Jepang yang menekankan standar kompetensi dan penguasaan bahasa. Karena itu, penyesuaian sertifikasi kerja akan menjadi prioritas agar lulusan Indonesia diakui di pasar tenaga kerja Jepang.
Karding menegaskan, penempatan PMI bukan hanya soal angka, tetapi juga soal martabat bangsa. Kolaborasi erat dengan KBRI Tokyo, pemerintah Jepang, hingga pelaku usaha akan menjadi kunci agar pekerja migran Indonesia mendapat perlindungan optimal.
“Indonesia siap mengisi kebutuhan tenaga kerja di Jepang, tetapi jangan hanya dipandang sebagai penyedia kuantitas. Yang lebih penting, PMI kita harus ditempatkan dengan terhormat, dilindungi haknya, dan mendapat kesempatan berkembang,” pungkasnya. ***



